Dosa Ibu Terhadap Ibu
"Nenek, ini ada makanan dari mama" aku sambil memberi makanan.
"Taruh aja disitu, terima kasih buat makanannya cu.." ujar nenek sambil terbatuk-batuk.
Sepertinya Kondisi nenek sedang tidak sehat, terlihat dari wajahnya yang sangat pucat.
"Nenek kalau sakit ke dokter aja, nanti saya anterin"
"Tidak usah cu, nenek baik-baik saja. Nenek boleh tidak minta tolong sama cucu" nenek dengan suara terbata.
"Boleh nek"
"Besok Anterin nenek ke Jakarta, mau ke rumah anak Nenek di sana"
"Iya nek, nanti besok pagi saya datang lagi kesini" aku pun menyetujuinya. aku pikir memang nenek lebih baik bersama anaknya, daripada hidup sendiri tidak ada yang merawat. setelah percakapan itu aku pun pulang.
Esok hari pun tiba aku datang ke rumah nenek sesuai janjiku. Kami pergi menggunakan Bis Kota, Di perjalanan nenek bercerita bahwa sebenarnya rumahnya telah dijual, biaya penjualan rumah digunakan untuk biaya rumah sakit kakek. Nenek pun Berniat ingin tinggal di rumah anaknya. anaknya pun sudah dua tahun tidak pernah menengok nenek bahkan ketika kakek meninggal pun ia tidak hadir, Padahal nenek sangat rindu denagan cucunya. "anak macam seperti itu" pikirku.
Sampai di depan gerbang rumah anak nenek, kami pun menekan bel tapi sudah beberapa menit tidak ada satu pun yang keluar, padahal aku sudah melihat ada orang mengintip dibalik jendela tadi. Akupun memberanikan diri untuk masuk dan megetuk pintu rumahnya. Beberapa menit kemudian barulah keluar pak royan suami dari anak nenek yang bernama bu hesti, ia mempersilahkan aku dan nenek masuk. sebenarnya setelah nenek masuk aku mau langsung pulang tapi ditahan oleh bu hesti. karena menurut aku pembicaraan di dalam adalah masalah keluarga mereka, jadi saya nunggu di luar. Tapi beberapa menit kemudian Nenek sudah keluar lagi dan mengajak saya pulang. "Kenapa nenek pulang, katanya mau tinggal sama anaknya?" tanya gue dengan penasaran. Namun nenek tidak mau menjawab. saya pun pulang dan langsung mengantar nenek ke rumahnya. Itulah hari terakhir saya ketemu nenek, karna dia bilang besok mau ke kota Malang menemui adiknya yang tinggal disana.
Beberapa bulan kemudian ada yang datang ke rumah Saya, saya mempersilahkan masuk. Ternyata yang hadir pak Royandi dan istrinya Ibu Hesti. Saya merasa aneh. Ada apa mereka datang kesini?. Saya melihat ada yang aneh dari bu Hesti, bibirnya mengeluarkan air liur, dan tingkahnya seperti anak kecil. Saya pun memulai percakapan dengan pak Royandi.
"Bapak, ada yang bisa saya bantu?" tanya saya sambil tersenyum
"ini dik, Saya cuma mau tanya Nenek Rodiah pindah ke mana ya?" pak Royandi dengan sedikit gugup
"Kata Nenek dia mau pergi ke Malang, tinggal dengan adiknya disana." jawab saya.
Karna permintaan pak Royandi saya ikut mengantar ke malang, dan gue tercengang mendengar pernyataan pak Royandi, bahwa sejak sebulan yang lalu istrinya telah mengalami sakit jiwa. pak Royandi pernah bertanya pada seorang ustad bahwa jalan satu-satunya agar bu Hesti sembuh adalah dengan meminta maaf pada ibunya. Ternyata waktu aku dan nenek datang beberapa bulan yang lalu, Bu Hesti telah mengusir nenek, masalahnya sepele yaitu nenek tidak memberikan hasil dari penjualan rumah. "padahal semua biaya penjualan rumah untuk biaya kakek berobat di rumah sakit" pikirku. Pantas saat kami pulang nenek terlihat sangat bersedih.
Kami pun sampai di rumah Ibu Rohima adik nenek. setelah bertemu kami menanyakan Nenek sam ibu rohima. Namun sayang nenek telah meninggal sebulan yang lalu karena penyakit liver yang dideritanya. cerita ibu Rohima nenek selalu merindukan anak dan cucunya, hingga ajal si nenek pun selalu menyebut-nyebut nama cucu dan anaknya.
Dan sampai saat ini ibu Hesti tak kunjung sembuh. Setiap hari dia hanya menyebut nama Ibunya. Sudah banyak pengobatan yang ibu Hesti jalani tapi tak kunjung sembuh. pikirku hanya satu obatnya yaitu "Maaf dari ibunya" namun semua sudah terlambat.
jika berkenan silahkan membaca sebuah Kisah sedih seorang istri